PELANGGARAN
ETIKA BISNIS YANG SERING DILAKUKAN OLEH PARA PENGUSAHA ATAU WIRAUSAHAAN
Oleh :
Nama : Anik Mugi Rahayu
Nim : 11.321.002
Kelas : 2A
SEKOLAH
TINGGI ILMU KEPERAWATAN
STIKES
ICME JOMBANG
TAHUN
2012-2013
BAB
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bisnis
modern merupakan realitas yang sangat kompleks. Hal ini tidak hanya terjadi
pada bisnis makro, namun juga mikro. Banyak faktor yang mempengaruhi dan
menentukan kegiatan berbisnis. Sebagai kegiatan sosial, bisnis dengan banyak
cara terjalin dengan kompleksitas masyarakat modern. Karena bisnis merupakan
kegiatan sosial, yang di dalamnya terlibat banyak orang, bisnis dapat dilihat
sekurang-kurangnya dari 3 sudut pandang berbeda, antara lain: sudut pandang
ekonomi, sudut pandang hukum, dan sudut pandang etika.
Dilihat
dari sudut pandang ekonomis, bisnis adalah kegiatan ekonomis. Hal yang terjadi
dalam kegiatan ini antara lain tukar menukar, jual beli, memproduksi
memasarkan, dan kegiatan lainnya yang bertujuan untuk mencari keuntungan.
Namun, perlu diingat pencarian keuntungan dalam kegiatan berbisnis tidak hanya
sepihak, tetapi diadakan dalam interaksi. Pada kenyataannya, banyak pelaku
bisnis di Indonesia tidak memikirkan tentang hal tersebut. Mereka lebih
cenderung untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan kerugian
pihak lain. Sebagai contoh, seseorang yang ingin menjual sepeda motornya kepada
seorang pembeli. Penjual tersebut menjual dengan harga tinggi. Padahal, banyak
kekurangan pada motor tersebut. Namun si penjual tidak mengatakan hal tersebut
kepada pembelinya. Dia tidak peduli dengan kerugian yang akan ditanggung oleh
si pembeli. Yang diinginkan penjual tersebut adalah mendapat banyak keuntungan.
Hal ini hanya ada satu pihak yang diuntungkan, sedangkan yang lain dirugikan.
Dengan
tidak mengindahkan peranan sentral dari sudut pandang ekonomis, perlu
ditambahkan juga sudut pandang moral. Dalam kegiatan berbisnis, mengejar
keuntungan adalah hal yang wajar, asalkan dalam mencapai keuntungan tersebut
tidak merugikan banyak pihak. Jadi, dalam mencapai tujuan dalam kegiatan
berbisnis ada batasnya. Kepentingan dan hak-hak orang lain perlu diperhatikan.
Perilaku etis dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu yang penting demi
kelangsungan hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis akan merugikan
bisnis itu sendiri terutama jika dilihat dari perspektif jangka panjang. Bisnis
yang baik bukan saja bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis yang baik adalah
selain bisnis tersebut menguntungkan juga bisnis yang baik secara moral. Perilaku
yang baik, juga dalam konteks bisnis, merupakan perilaku yang sesuai dengan
nilai-nilai moral.
Bisnis
juga terikat dengan hukum. Dalam praktek hukum, banyak masalah timbul dalam
hubungan dengan bisnis, baik pada taraf nasional maupun taraf internasional.
Walaupun terdapat hubungan erat antara norma hukum dan norma etika, namun dua
macam hal itu tidak sama. Ketinggalan hukum, dibandingkan dengan etika, tidak
terbatas pada masalah-masalah baru, misalnya, disebabkan perkembangan
teknologi. Pada tahun 1985 di Indonesia terjadi kasus menggemparkan dengan
berita dalam media massa Internasional tentang dibajaknya kaset rekaman yang
memuat lagu-lagu artis kondang dan dibuat untuk tujuan amal. Pada saat itu
perbuatan tersebut menurut hukum yang berlaku di Indonesia masih dimungkinkan,
tetapi dari segi etika tentu tidak dibenarkan karena dua alasan, pertama dengan
pembajakan kaset ini, berarti melanggar hak milik orang lain, kedua pembajakan
lebih jelek lagi karena kaset itu berkaitan dengan maksud amal. Dapat dimengerti
bila reaksi di luar negeri terhadap pembajak Indonesia itu sangat tajam dan
emosional.
Tanpa
disadari, kasus pelanggaran etika bisnis merupakan hal yang biasa dan wajar
pada masa kini. Secara tidak sadar, kita sebenarnya menyaksikan banyak
pelanggaran etika bisnis dalam kegiatan berbisnis di Indonesia. Banyak hal yang
berhubungan dengan pelanggaran etika bisnis yang sering dilakukan oleh para
pebisnis yang tidak bertanggung jawab di Indonesia. Berbagai hal tersebut
merupakan bentuk dari persaingan yang tidak sehat oleh para pebisnis yang ingin
menguasai pasar. Selain untuk menguasai pasar, terdapat faktor lain yang juga
mempengaruhi para pebisnis untuk melakukan pelanggaran etika bisnis, antara
lain untuk memperluas pangsa pasar, serta mendapatkan banyak keuntungan. Ketiga
faktor tersebut merupakan alasan yang umum untuk para pebisnis melakukan
pelanggaran etika dengan berbagai cara.
Oleh
karena itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai pelanggaran etika bisnis di
Indonesia serta faktor-faktor yang menyebabkan
pelanggaran etika bisnis
B. Rumusan
Masalah
1. Apa etika bisnis dalam praktek
bisnis di indonesia
2. Apa bentuk pelanggaran etika
bisnis dalam kegiatan berbisnis di indonesia
3. Apa faktor-faktor pebisnis
melakukan pelanggaran etika bisnis
C. Tujuan
1. mengetahui tentang etika bisnis
dalam praktek bisnis di indonesia
2. mengetahui tentang bentuk
pelanggaran etika bisnis dalam kegiatan berbisnis di indonesia
3. mengetahui tentang faktor-faktor
pebisnis melakukan pelanggaran etika bisnis
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Etika
Bisnis dalam Praktek Bisnis di Indonesia
Pelanggaran
etika bisa terjadi di mana saja, termasuk dalam dunia bisnis. Untuk mendapatkan
keuntungan yang sebesar-besarnya banyak perusahaan yang menghalalkan segala
cara. Praktek curang ini bukan saja merugikan masyarakat, tapi perusahaan itu
sendiri sebenarnya.
Perilaku
etis dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu yang penting demi kelangsungan
hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis akan merugikan bisnis itu
sendiri terutama jika dilihat dari perspektif jangka panjang. Bisnis yang baik
bukan saja bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis yang baik adalah selain
bisnis tersebut menguntungkan juga bisnis yang baik secara moral.
Banyak
hal yang berhubungan dengan pelanggaran etika bisnis yang sering dilakukan oleh
para pebisnis yang tidak bertanggung jawab di Indonesia. Praktek bisnis yang
terjadi selama ini dinilai masih cenderung mengabaikan etika, rasa keadilan dan
kerapkali diwarnai praktek-praktek tidak terpuji atau moral hazard.
Pelanggaran
etika yang sering dilakukan oleh pihak swasta, menurut ketua Taufiequrachman
Ruki (Ketua KPK Periode 2003-2007), adalah penyuapan dan pemerasan.
Berdasarkan data Bank Dunia, setiap tahun di seluruh dunia sebanyak US$ 1
triliun (sekitar Rp 9.000 triliun) dihabiskan untuk suap. Dana itu diyakini
telah meningkatkan biaya operasional perusahaan. (Koran Tempo -
05/08/2006)
Di
bidang keuangan, banyak perusahaan-perusahaan yang melakukan pelanggaran etika.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Erni Rusyani, terungkap bahwa
hampir 61.9% dari 21 perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di BEJ tidak
lengkap dalam menyampaikan laporan keuangannya (not available).
Pelanggaran
etika perusahaan terhadap pelanggannya di Indonesia merupakan fenomena yang
sudah sering terjadi. Contohnya adalah kasus pelezat masakan merek ”A”.
Kehalalan “A” dipersoalkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada akhir Desember
2000 setelah ditemukan bahwa pengembangan bakteri untuk proses fermentasi tetes
tebu (molase), mengandung bactosoytone (nutrisi untuk pertumbuhan
bakteri), yang merupakan hasil hidrolisa enzim kedelai terhadap
biokatalisator porcine yang berasal dari pankreas babi.
Kasus
lainnya, adalah produk minuman berenergi yang sebagian produknya diduga
mengandung nikotin lebih dari batas yang diizinkan oleh Badan Pengawas Obat dan
Minuman. Kita juga masih ingat, obat anti-nyamuk “H” yang dilarang beredar
karena mengandung bahan berbahaya.
Pada
kasus lain, suatu perusahaan di kawasan di Kalimantan melakukan sayembara untuk
memburu hewan Pongo. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan habitat hewan
tersebut untuk digunakan sebagai lahan perkebunan sawit. Hal ini merupakan
masalah bagi pemerintah dan dunia usaha, dimana suatu usaha dituntut untuk
tetap melestarikan alam berdampingan dengan kegiatan usahanya.
Selain
itu, pelanggaran juga dilakukan oleh suatu perusahaan di kawasan Jawa Barat.
Perusahaan tersebut membuang limbah kawat dengan cara membakar kawat tersebut
tersebut. Hal ini menyebabkan asap hitam pekat yang membuat orang mengalami
sesak napas dan pusing saat menghirupnya. Perusahaan tersebut disinyalir tidak
melakukan penyaringan udara saat pembakaran berlangsung. Hal ini dapat
mempengaruhi kesehatan masyarakat sekitar yang berdekatan dengan lokasi pabrik
tersebut.
Contoh kasus
1.
sebuah perusahaan yang merupakan
suplier resmi dari Petronas melakukan kecurangan bisnis dengan mengoplos solar
menjadi minyak tanah dan menjualnya kepada masyaraka. Hal ini tentu menjelekkan
nama baik Petronas. Selain itu hal ini juga menyebabkan konsumen Petronas tidak
percaya lagi dengan produk-produk Petronas
2.
saat membeli buah-buahan. Buah yang
sudah dipilih, saat membungkus buah pilihan tersebut pedagang menukarnya dengan
buah-buahan yang tidak baik kualitasnya tanpa sepengetahuan pembeli. Atau kasus
mengurangi timbangan. Alat timbangan dipasangi benda yang dapat memberatkan
timbangan. Hal ini menyebabkan hasil timbangan akan berkurang.
3.
tindakan pengoplosan bahan baku dalam
pembuatan makanan kecil atau makanan ringan. Juga tindakan pemberian zat-zat
berbahaya pada makanan kecil yang dijual. Banyak tindakan menyimpang yang
dilakukan oleh pebisnis, baik kecil maupun besar, untuk mendapatkan keuntungan
yang berlipat ganda tanpa memikirkan efek negatif yang akan terjadi. Hal ini
pada akhirnya hanya akan memyebabkan kerugian pada konsumen, juga pada
perusahaan itu sendiri. Kepercayaan yang diberikan konsumen kepada perusahaan
tersebut akan hilang, dan hanya akan membuat perusahaan tersebut kehilangan
konsumennya
Kejujuran
adalah asset penting bagi suatu
perusahaan untuk melangsungkan kegiatan berbisnis.Walaupun berbagai kasus
tersebut banyak terjadi di Indonesia, namun tidak semua perusahaan atau
pebisnis di Indonesia melakukan pelanggaran etika dalam kegiatan berbisnis yang
dijalankannnya. Masih banyak pebisnis yang menerapkan etika bisnis dalam
kegiatan berbisnis yang dijalankannya. Dalam hal ini, perusahaan tidak berpikir
pada keuntungan jangka pendek. Tidak perlu melakukan kecurangan pada praktek
berbisnis akan memberikan keuntungan jangka panjang. Hal ini sebenarnya lebih
penting bagi para pebisnis daripada keuntungan yang banyak dalam sekali waktu,
dan pada waktu selanjutnya kegiatan berbisnis harus dihentikan karena berbagai
pihak yang terlibat dalam kegiatan bisnisnya tidak mempercayai lagi.
B.
Bentuk
pelanggaran etika bisnis dalam kegiatan berbisnis di Indonesia
Mempraktekkan
bisnis dengan etiket berarti mempraktekkan tata cara bisnis yang sopan dan
santun sehingga kehidupan bisnis menyenangkan karena saling
menghormati. Etiket berbisnis diterapkan pada sikap kehidupan berkantor,
sikap menghadapi rekan-rekan bisnis, dan sikap di mana kita tergabung dalam
organisasi. Itu berupa senyum — sebagai apresiasi yang tulus dan terima kasih,
tidak menyalahgunakan kedudukan dan kekayaan, tidak lekas tersinggung, kontrol
diri, toleran, dan tidak memotong pembicaraan orang lain.
Dengan
kata lain, etiket bisnis itu memelihara suasana yang menyenangkan, menimbulkan
rasa saling menghargai, meningkatkan efisiensi kerja, dan meningkatkan citra
pribadi dan perusahaan. Berbisnis dengan etika bisnis adalah menerapkan
aturan-aturan umum mengenai etika pada perilaku bisnis. Etika bisnis menyangkut
moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturan-aturan.
Jika
aturan secara umum mengenai etika mengatakan bahwa berlaku tidak jujur adalah
tidak bermoral dan beretika, maka setiap insan bisnis yang tidak berlaku jujur
dengan pegawainya, pelanggan, kreditur, pemegang usaha maupun pesaing dan
masyarakat, maka ia dikatakan tidak etis dan tidak bermoral
Berikut adalah bentuk-bentuk
pelanggaran etika bisnis dan contoh pelanggaran etika dalam kegiatan bisnis di
Indonesia :
a)
Pelanggaran etika bisnis terhadap
hukum
Contoh pelanggaran tersebut seperti sebuah perusahaan X
karena kondisi perusahaan yang pailit akhirnya memutuskan untuk melakukan PHK
kepada karyawannya. Namun dalam melakukan PHK itu, perusahaan sama sekali tidak
memberikan pesangon sebagaimana yang diatur dalam UU No. 13/2003 tentang
Ketenagakerjaan. Dalam kasus ini perusahaan X dapat dikatakan melanggar prinsip
kepatuhan terhadap hukum
b)
Pelanggaran etika bisnis terhadap
transparansi
Sebuah Yayasan X menyelenggarakan
pendidikan setingkat SMA. Pada tahun ajaran baru sekolah mengenakan biaya
sebesar Rp 500.000,- kepada setiap siswa baru. Pungutan sekolah ini sama sekali
tidak diinformasikan kepada mereka saat akan mendaftar, sehingga setelah
diterima mau tidak mau mereka harus membayar. Disamping itu tidak ada informasi
maupun penjelasan resmi tentang penggunaan uang itu kepada wali murid. Setelah
didesak oleh banyak pihak, yayasan baru memberikan informasi bahwa uang itu
dipergunakan untuk pembelian seragam guru. Dalam kasus ini, pihak yayasan dan
sekolah dapat dikategorikan melanggar prinsip transparansi
c)
Pelanggaran etika bisnis terhadap
akuntabilitas
Sebuah RS Swasta melalui pihak Pengurus mengumumkan kepada
seluruh karyawan yang akan mendaftar PNS secara otomotis dinyatakan
mengundurkan diri. A sebagai salah seorang karyawan di RS Swasta itu
mengabaikan pengumuman dari pihak pengurus karena menurut pendapatnya ia
diangkat oleh Pengelola, dalam hal ini direktur, sehingga segala hak dan
kewajiban dia berhubungan dengan Pengelola bukan Pengurus. Pihak Pengelola
sendiri tidak memberikan surat edaran resmi mengenai kebijakan tersebut. Karena
sikapnya itu, A akhirnya dinyatakan mengundurkan diri. Dari kasus ini RS Swasta
itu dapat dikatakan melanggar prinsip akuntabilitas karena tidak ada kejelasan
fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban antara Pengelola dan Pengurus Rumah
Sakit
d)
Pelanggaran etika bisnis terhadap
prinsip pertanggungjawaban
Sebuah perusahaan PJTKI di Yogyakarta melakukan rekrutmen
untuk tenaga baby sitter. Dalam pengumuman dan perjanjian dinyatakan
bahwa perusahaan berjanji akan mengirimkan calon TKI setelah 2 bulan mengikuti
training dijanjikan akan dikirim ke negara-negara tujuan. Bahkan perusahaan
tersebut menjanjikan bahwa segala biaya yang dikeluarkan pelamar akan
dikembalikan jika mereka tidak jadi berangkat ke negara tujuan. B yang tertarik
dengan tawaran tersebut langsung mendaftar dan mengeluarkan biaya sebanyak Rp 7
juta untuk ongkos administrasi dan pengurusan visa dan paspor. Namun setelah 2
bulan training, B tak kunjung diberangkatkan, bahkan hingga satu tahun tidak
ada kejelasan. Ketika dikonfirmasi, perusahaan PJTKI itu selalu berkilah ada
penundaan, begitu seterusnya. Dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa Perusahaan
PJTKI tersebut telah melanggar prinsip pertanggungjawaban dengan mengabaikan
hak-hak B sebagai calon TKI yang seharusnya diberangkatkan ke negara lain
tujuan untuk bekerja
e)
Pelanggaran etika bisnis terhadap
prinsip kewajaran
Sebuah perusahaan properti ternama di Yogjakarta tidak
memberikan surat ijin membangun rumah dari developer kepada dua orang
konsumennya di kawasan kavling perumahan milik perusahaan tersebut. Konsumen
pertama sudah memenuhi kewajibannya membayar harga tanah sesuai kesepakatan dan
biaya administrasi lainnya. Sementara konsumen kedua masih mempunyai kewajiban membayar
kelebihan tanah, karena setiap kali akan membayar pihak developer selalu
menolak dengan alasan belum ada ijin dari pusat perusahaan (pusatnya di
Jakarta). Yang aneh adalah di kawasan kavling itu hanya dua orang ini yang
belum mengantongi izin pembangunan rumah, sementara 30 konsumen lainnya sudah
diberi izin dan rumah mereka sudah dibangun semuannya. Alasan yang dikemukakan
perusahaan itu adalah ingin memberikan pelajaran kepada dua konsumen tadi
karena dua orang ini telah memprovokasi konsumen lainnya untuk melakukan
penuntutan segera pemberian izin pembangunan rumah. Dari kasus ini perusahaan
properti tersebut telah melanggar prinsip kewajaran (fairness) karena
tidak memenuhi hak-hak stakeholder (konsumen) dengan alasan yang tidak
masuk akal
f)
Pelanggaran etika bisnis terhadap
prinsip kejujuran
Sebuah perusahaan pengembang di Sleman membuat kesepakatan
dengan sebuah perusahaan kontraktor untuk membangun sebuah perumahan. Sesuai
dengan kesepakatan pihak pengembang memberikan spesifikasi bangunan kepada
kontraktor. Namun dalam pelaksanaannya, perusahaan kontraktor melakukan
penurunan kualitas spesifikasi bangunan tanpa sepengetahuan perusahaan
pengembang. Selang beberapa bulan kondisi bangunan sudah mengalami kerusakan
serius. Dalam kasus ini pihak perusahaan kontraktor dapat dikatakan telah
melanggar prinsip kejujuran karena tidak memenuhi spesifikasi bangunan yang
telah disepakati bersama dengan perusahaan pengembang
g)
Pelanggaran etika bisnis terhadap
prinsip empati
Seorang nasabah X dari perusahaan pembiayaan terlambat
membayar angsuran mobil sesuai tanggal jatuh tempo karena anaknya sakit parah.
X sudah memberitahukan kepada pihak perusahaan tentang keterlambatannya
membayar angsuran, namun tidak mendapatkan respon dari perusahaan. Beberapa
minggu setelah jatuh tempo pihak perusahaan langsung mendatangi X untuk menagih
angsuran dan mengancam akan mengambil mobil yang masih diangsur itu. Pihak
perusahaan menagih dengan cara yang tidak sopan dan melakukan tekanan
psikologis kepada nasabah. Dalam kasus ini kita dapat mengkategorikan pihak
perusahaan telah melakukan pelanggaran prinsip empati pada nasabah karena
sebenarnya pihak perusahaan dapat memberikan peringatan kepada nasabah itu
dengan cara yang bijak dan tepat
C.
Faktor-faktor
pebisnis melakukan pelanggaran etika bisnis
Pelanggaran-pelanggaran
yang dilakukan pebisnis dilatarbelakangi oleh berbagai hal. Salah satu hal
tersebut adalah untuk mencapai keuntungan yang sebanyak-banyaknya, tanpa
memikirkan dampak buruk yang terjadi selanjutnya.
Faktor lain yang membuat pebisnis
melakukan pelanggaran antara lain :
- Banyaknya kompetitor baru dengan produk mereka yang
lebih menarik
- Ingin menambah pangsa pasar
- Ingin menguasai pasar.
Dari
ketiga faktor tersebut, faktor pertama adalah faktor yang memiliki pengaruh
paling kuat. Untuk mempertahankan produk perusahaan tetap menjadi yang utama,
dibuatlah iklan dengan sindiran-sindiran pada produk lain. Iklan dibuat hanya
untuk mengunggulkann produk sendiri, tanpa ada keunggulan dari produk tersebut.
Iklan hanya bertujuan untuk menjelek-jelekkan produk iklan lain.
Selain
ketiga faktor tersebut, masih banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi.
Gwynn Nettler dalam bukunya Lying, Cheating and Stealing memberikan
kesimpulan tentang sebab-sebab seseorang berbuat curang, yaitu :
- Orang yang sering mengalami kegagalan cenderung sering
melakukan kecurangan.
- Orang yang tidak disukai atau tidak menyukai dirinya
sendiri cenderung menjadi pendusta.
- Orang yang hanya menuruti kata hatinya, bingung
dan tidak dapat menangguhkan keinginan memuaskan hatinya, cenderung
berbuat curang.
- Orang yang memiliki hati nurani (mempunyai rasa takut,
prihatin dan rasa tersiksa) akan lebih mempunyai rasa melawan terhadap
godaan untuk berbuat curang.
- Orang yang cerdas (intelligent) cenderung
menjadi lebih jujur dari pada orang yang dungu (ignorant).
- Orang yang berkedudukan menengah atau tinggi cenderung
menjadi lebih jujur.
- Kesempatan yang mudah untuk berbuat curang atau
mencuri, akan mendorong orang melakukannya.
- Masing-masing individu mempunyai kebutuhan yang berbeda
dan karena itu menempati tingkat yang berbeda, sehingga mudah tergerak
untuk berbohong, berlaku curang atau menjadi pencuri.
- Kehendak berbohong, main curang dan mencuri akan
meningkat apabila orang mendapat tekanan yang besar untuk mencapai tujuan
yang dirasakannya sangat penting.
- Perjuangan untuk menyelamatkan nyawa mendorong untuk
berlaku tidak jujur
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam
zaman informasi seperti ini, baik-buruknya sebuah dunia usaha dapat tersebar
dengan cepat dan massif. Memperlakukan karyawan, konsumen, pemasok, pemodal dan
masyarakat umum secara etis, adil dan jujur adalah satu-satunya cara untuk
membuat suatu kegiatan bisnis tetap berlangsung dan mendapatkan keuntungan
dalam jangka panjang.Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika
perusahaan akan selalu menguntungkan perusahaan baik untuk jangka menengah
maupun jangka panjang karena :
·
Akan dapat mengurangi biaya akibat
dicegahnya kemungkinan terjadinya friksi baik intern perusahaan maupun dengan
eksternal
·
Akan dapat meningkatkan motivasi
pekerja
·
Akan melindungi prinsip kebebasan
berniaga
·
Akan meningkatkan keunggulan
bersaing
Tindakan
yang tidak etis, bagi perusahaan akan memancing tindakan balasan dari konsumen
dan masyarakat dan akan sangat kontra produktif, misalnya melalui gerakan
pemboikotan, larangan beredar, ataupun larangan beroperasi. Hal ini akan dapat
menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan. Sedangkan perusahaan yang
menjunjung tinggi nilai-nilai etika pada umumnya perusahaan yang memiliki
peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak
mentolerir tindakan yang tidak etis misalnya diskriminasi dalam sistem remunerasi
atau jenjang karier. Karyawan yang berkualitas adalah aset yang paling berharga
bagi perusahaan. Oleh karena itu semaksimal mungkin harus tetap dipertahankan.
Memang
benar. kita tidak bisa berasumsi bahwa pasar atau dunia bisnis dipenuhi oleh orang-rang
jujur, berhati mulia, dan bebas dari akal bulus serta kecurangan atau
manipulasi. Tetapi sebenarnya, tidak ada gunanya berbisnis dengan mengabaikan
etika dan aspek spiritual. Biarlah pemerintah melakukan pengawasan, biarlah
masyarakat memberikan penilaian, dan sistem pasar (dan sistem Tuhan tentunya)
akan bekerja dengan sendirinya.
Ada
4 kekuatan utama yang membentuk etika bisnis dan tanggung jawab sosial, yaitu
kekuatan individual, oraganisasional, masyarakat, dan hukum. Setiap kekuatan
ini tidak beroperasi dalam ruang hampa, tapi masing-masing berinteraksi dengan
ketiga kekuatan lainnya, dan interaksi ini mempunyai pengaruh yang kuat baik
terhadap kekuatan maupun arah dari masing-masing pengaruh.
B.
Saran
ü Dalam bisnis harus memutuskan apa yang benar dan yang salah
ü Bisnis harus memiliki tanggung jawab yang besar kepada
pelanggan, karyawan, investor, dan masyarakat secara keseluruhan
ü keputusan yang ideal harus selaras dengan keputusan praktis
dalam situasi tertentu.
DAFTAR
PUSTAKA
http://iznaniegundar.blogspot.com/2010/10/pelanggaran-etika-bisnis-terhadap_27.html